Roti 400 Ribu


Hari gini, siapa yang nggak tahu tentang roti 400 ribu? Iya, roti yang lagi viral itu, yang katanya lebih mahal dari gaji sebulan honorer. Ya, gaji sebulan! Padahal, honorer itu kerja dari pagi sampai sore, 5-6 hari seminggu. Ironis, nggak sih?

Bayangin aja, mereka yang kerja keras buat mencerdaskan bangsa, buat ngejaga layanan publik, digaji cuma segitu. Sementara, ada orang yang dengan santainya ngebeli roti seharga 400 ribu. Ini bukan masalah iri atau nggak rela, tapi lebih ke pertanyaan besar: Di mana letak keadilan sosial yang sering dielu-elukan itu?

Kita bicara soal negara yang katanya berdaulat, yang katanya punya cita-cita luhur buat meratakan kesejahteraan. Tapi kenyataannya, segelintir orang bisa buang uang buat hal-hal nggak esensial, sementara sebagian besar rakyatnya masih jungkir balik buat sesuap nasi. 

Ini bukan sekadar roti. Ini simbol betapa timpangnya struktur ekonomi kita. Bagaimana kita bisa bicara tentang kemajuan kalau perut rakyat kecil masih kosong, tapi kelas elitnya kenyang sampai lupa diri? Katanya, negeri ini kaya akan sumber daya. Tapi, kenapa yang bisa menikmati cuma segelintir orang?

Roti 400 ribu ini seharusnya jadi tamparan keras buat kita semua. Bukan soal harganya, tapi tentang bagaimana kita menilai arti kerja keras, arti keadilan, dan arti kesejahteraan. Kalau roti aja bisa semahal itu, kapan harga hidup manusia Indonesia bisa lebih berharga?

Cukup deh, cerita tentang orang-orang yang 'makan roti' sementara yang lain cuma bisa 'makan hati'. Mari kita sadar, ini saatnya buat mengubah sistem, buat lebih memikirkan mereka yang benar-benar bekerja keras demi bangsa ini. Kalau nggak, kita cuma akan terus jadi negeri yang sibuk ngomongin keadilan, tapi lupa buat memperjuangkannya.

Post a Comment